Tambang Batu Bara Ilegal Masih Bebas Beroperasi di Samarinda; Kebun Raya Dua Kali “Dijarah”, Laporan ke Gakkum LHK Tak Ada Tindakan

MENGHILANG. Sejumlah mahasiswa Fahutan Unmul memblokir area penambangan ilegal di KHDTK atau Kebun Raya Samarinda. Sayangnya mereka tak menemukan petani koridoran yang sudah lebih dulu kabur.
MENGHILANG. Sejumlah mahasiswa Fahutan Unmul memblokir area penambangan ilegal di KHDTK atau Kebun Raya Samarinda. Sayangnya mereka tak menemukan petani koridoran yang sudah lebih dulu kabur. Foto : Istimewa

Seantero.id – Meski gaung perang terhadap tambang batu bara ilegal sudah disuarakan kepala daerah. Faktanya kegiatan merusak lingkungan dan meruginakan bagi masyarakat maupun negara masih banyak terjadi khususnya di pinggiran Kota Samarinda, seperti di wilayah Kecamatan Samarinda Utara.

Bahkan, penambang ilegal yang lebih dikenal dengan sebutan petani koridoran itu semakin berani “menjarah” isi bumi di area terlarang seperti yang ditemukan di Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK), yang lebih familier dengan sebutan Kebun Raya Samarinda.

Ironisnya penambangan ilegal di hutan yang menjadi laboratorium alam itu sudah kali kedua terjadi sejak 2024. Dan parahnya tak seorang pun bertanggung jawab atas kerusakan alam secara masif di kawasan tersebut.

Alih-alih meminta perlindungan kepada Balai Gakkum LHK Wilayah Kalimantan pada 12 Agustus 2024. Justru kawasan hutan konservasi itu kenyataannya diketahui kembali digempur penambangan ilegal pada Jumat (4/4/2025).

Kepala Laboratorium Alam KHDTK Diklathut Fahutan Unmul, Rustam Fahmy membenarkan fakta kerusakan laboratorium alam tersebut, Minggu (6/4/2025).

“Selama ini kami rutin pantau lewat drone. Tapi sejak dua hari terakhir, kami dapati area KHDTK seluas lebih dari 3 hektare terdampak pembukaan lahan tambang,” ungkapnya.

Menurut Fahmy, area terdampak itu berada sangat denkat dengan konsesi tambang milik KSU Putra Mahakam Mandiri. KHDTK sendiri memiliki luasan mencapai 300 hektare.

“Pengupasan area laboratorium alam itu pernah terjadi pada 12 Agustus 2024, Dekan Fakultas Kehutanan Unmul telah melayangkan surat permohonan perlindungan kepada Balai Gakkum LHK Wilayah Kalimantan,” tambahnya.

Isi surat bernomor 2118/UN17.4/TA.03.00/2024, disebutkan bahwa tambang telah menyebabkan longsor, serta menyebakan kerusakana pada patok dan pagar pembatas kawasan konservasi.

“Lahan kami sempat longsor tahun lalu. Sudah kami laporkan, tapi hingga kini belum ada tindakan. Padahal ini jelas pelanggaran,” keluhnya.(hen)

Share it:

Baca Juga